KEANEKARAGAMAN AKASIA
Akasia merupakan salah satu jenis tanaman kayu-kayuan yang berasal dari Afrika dan Australia. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat kurang lebih 1300 spesies Akasia dengan 960 spesies di antaranya merupakan Akasia Australia. Di Indonesia, Akasia pertama kali diperkenalkan di Kepulauan Maluku pada tahun 1970-an sebagai tanaman untuk penghijauan. Akasia merupakan jenis tanaman yang cepat tumbuh, sehingga disukai untuk penghijauan dan dengan segera menyebar ke seluruh Indonesia
Akasia juga banyak ditemukan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, jenis tanaman Akasia ini secara taksonomi termasuk dalam famili leguminosae atau fabaceae, yaitu tanaman yang berbuah polong, sub familia mimosoideae, salah satu jenisnya yang sudah banyak dibudidayakan oleh masyarakat adalah Akasia formis yang dalam penamaan ilmiah adalah Acacia auriculiformis, di wilayah Yogyakarta jenis tanaman ini banyak dibudidayakan di kawasan pegunungan kapur di Kabupaten Gunungkidul. Acacia auriculiformis ini bukanlah satu-satunya jenis tanaman akasia yang ditemukan tumbuh di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, paling tidak ada 10 jenis tanaman akasia yang tumbuh cukup baik di wilayah ini, kesepuluh jenis tersebut antara lain :
1. Akasia Daun Lebar (Acacia auriculiformis)
Acacia auriculiformis merupakan tanaman asli dari Indonesia yang asalnya dari bagian selatan Papua, serta tersebar di Papua Nugini dan bagian utara Australia. Tanaman ini banyak dijumpai pada kawasan kering seperti savana dan hutan musim.di Yogyakarta banyak ditemukan di pegunungan kapur Kabupaten Gunungkidul, tanaman ini mempunyai sifat yang toleran terhadap tanah yang kritis dan berbatu. Dalam konteks rehabilitasi lahan kritis tanaman ini cocok dijadikan tanaman pionir. Akasia memiliki kemampuan untuk memfiksasi nitrogen bebas pada kondisi tanah yang rusak.
Acacia auriculiformis
Klasifikasi Ilmiah
Secara morfologis mempunyai ciri sebagai berikut: habitus pohon dengan tinggi mencapai 15-30 m. Tinggi batang bebas cabang mencapai 12 m. Dimater mencapai 50 cm. Bertajuk membulat, batang monopodial tapi kadang-kadang simpodial, kulit batang relatif halus berwarna abu-abu kehitaman, kulit batang pecah-pecah beralur relatif dangkal. Daun berbentuk filodial (tangkai daun yang memipih) relatif tebal, warna hijau tua mengkilat. Tangkai daun berwarna coklat, sisi daun melengkung pada kedua sisinya. Panjang daun 15 cm-16 cm, lebar daun 2cm. Bunga muda berwarna hijau, bunga tua berwarna kuning berbentuk bongkol duduk dalam malai bertipe bunga majemuk. Buah bertipe buah polong berbentuk berlekuk. Buah tua berwarna coklat. Kayu ini banyak dimanfaatkan sebagai kayu energi, di mana kayu energi dari Acacia auriculiformis lebih baik dibandingkan dengan kayu energi dari Acacia mangium. Selain itu juga dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan pellet arang, membuatmebel, konstruksi bangunan dan kerajinan kayu, particle board. Perakaran akasia yang dangkal, padat dan tersebar membuat Akasia cocok sebagai tanaman konservasi, yaitu untuk pengendalian erosi.
2. Acacia mangium Willd.,
Acacia mangium merupakan tanaman berkayu dari genus Acacia yang berasal dari Papua Nugini, Papua Barat dan Maluku. Acacia mangium dapat tumbuh baik pada berbagai kondisi lingkungan, baik pada tanah-tanah dengan nutrisi rendah atau bahkan pada tanah-tanah asam dan terdegradasi. Dengan sifat tolerannya terhadap tanah yang kritis dan berbatu, Acacia mangium cocok dijadikan sebagai tanaman pionir. Namun, tanaman ini tidak toleran terhadap naungan dan salinitas tinggi. Pada kondisi tersebut, Acacia mangium akan tumbuh kerdil dan kurus. Acacia mangium umumnya tumbuh di dataran rendah beriklim tropis yang dicirikan dengan periode kering pendek selama empat bulan dan dapat tumbuh pada lokasi dengan ketinggian hingga 480 m dpl. Di Yogyakarta banyak ditemukan di pegunungan kapur Kabupaten Gunungkidul.
Acacia mangium
Klasifikasi Ilmiah
Secara morfologis mempunyai ciri sebagai berikut: bertajuk membulat. Batang silindris, batang kadang-kadang simpodial, tinggi batang bebas cabang relatif tinggi.Kulit batang relatif halus, pecah-pecah membentuk sisik, beralur dangkal, warna kulit coklat keabuan, kulit batang waktu muda coklat agak kuning. Daun berbentuk filodial (tangkai daun yang memipih) relatif tipis, waktu muda berwarna hijau muda, tua berwarna hijau, pada usia tua daun berukuran panjang 18 cm-20 cm, lebar 8 cm-10 cm, daun melengkung pada satu sisi, relatif lurus pada satu sisi. Bunga muda berwarna hijau, bunga tua berwarna putih, panjang bunga 7 cm-9 cm. Buah bertipe buah polong berbentuk berlekuk, buah tua berwarna coklat.
Kayu Acacia mangium banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas, mebel, kayu gergajian, molding, vinir dan papan partikel. Cabang dan rantingnya dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Daunnya dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. Pohon Acacia mangium biasa dimanfaatkan untuk tanaman peneduh dan juga sebagai penahan api, terutama pohon yang diameternya sudah di atas 7 cm.
3. Acacia leptocarpa
Acacia leptocarpa adalah flora berhabitus semak atau pohon kecil dari genus Acacia yang merupakan flora asli dari Papua Nugini dan pesisir Australia bagian utara. Jenis tanaman ini banyak dijumpai di hutan terbuka atau tepian hutan hujan, juga pada kawasan kering seperti savana dan hutan musim. Di Daerah Istimewa Yogyakarta dapat ditemukan di hutan Wanagama Kabupaten Gunungkidul, yang merupakan tanaman koleksi untuk Pendidikan dan penelitian. Tanaman ini mempunyai sifat yang toleran terhadap tanah yang kritis dan berbatu.
Acacia leptocarpa
Klasifikasi Ilmiah
Secara morfologis mempunyai ciri sebagai berikut: bertajuk membulat. Batang silindris, kadang-kadang simpodial. Kulit sangat kasar, pecah-pecah dan beralur dalam. Warna kulit kelabu kehitaman sampai hitam dengan “tipe ironbark”. Daun filodial (tangkai daun yang memipih), relatif tebal, warna ketika muda hijau muda, ketika tua hiaju tua. Panjang daun 20-21 cm, lebar daun 3-4 cm. Semua sisi daun melengkung. Buah bertipe buah polong berbentuk berlekuk, buah tua berwarna coklat.
4. Acacia aulacocarpa
Acacia aulacocarpa merupakan sejenis pohon dari genus Acacia yang hanya dapat ditemukan secara terbatas (endemik) Australia. Di habitat aslinya di Australia, jenis tanaman ini dapat ditemukan tersebar secara alami mulai dari Pegunungan Pemisah Besar mulai dari sebelah utara Queensland hingga ke utara New South Wales. Meski lokasi sebarannya cukup luas, namun populasinya tidak banyak karena jenis ini cenderung suka tumbuh pada tepi-tepi curah (sungai musiman). Di Daerah Istimewa Yogyakarta Acacia aulacocarpa dapat ditemukan di hutan Wanagama di Kabupaten Gunungkidul, sebagai tanaman koleksi.
Acacia aulacocarpa
Klasifikasi Ilmiah
Acacia aulacocarpa berstatus Near Threatened/NT atau hampir terancam (IUCN Redlist). Acacia aulacocarpa berhabitus semak dengan tinggi 0,5-2 m atau pohon kecil dengan tinggi 2-8 m, meskipun kadang-kadang dapat mencapai tinggi hingga 15 m. Batang silindris, monopodial, tetapi kadang-kadang juga memiliki banyak cabang dekat pangkal pohonnya dengan tajuk yang menyebar. Kulit batang relatif tebal, tekstur kulit relatif halus, tapi kadang-kadang juga pecah-pecah dan beralur dalam pada bagian dekat pangkal pada pohon yang lebih tinggi. Warna kulit abu-abu kehitaman. Daun filodial (tangkai daun yang memipih), relatif tebal, lebih tebal dibanding daun Acaccia mangium, waktu muda berwarna hijau muda, tua berwarna hijau. Panjang daun 9 cm-12 cm, lebar daun 7 cm-8 cm. satu sisi daun melengkung, sisi yang lain relatif lurus.
5. Acacia crassicarpa
Acacia crassicarpa merupakan pohon berukuran kecil atau sedang, dengan tinggi dapat mencapai 25 m, yang merupakan spesies endemik Australia. Di Daerah Istimewa Yogyakarta dapat ditemukan di hutan Wanagama Kabupaten Gunung kidul sebagai tanaman koleksi untuk keperluan pendidikan dan penelitian.
Acacia crassicarpa
Batang tegak lurus dengan diameter mencapai 50 cm. Daun berbentuk seperti bulan sabit. Panjang 8-27 cm, lebar 1-4,5 cm, berwarna hijau keabuan memiliki 3 urat daun utama yang jelas dan berwarna kekuningan. Perbungaan bulir berwarna kuning cerah, panjangnya 4-7 cm. Tangkai bunga tebal, panjang 5-10 mm, mahkota bunga 5 helai dengan panjang 1,3-1,6 mm, serta biseksual. Kulit batang berwarna coklat keabuan, keras dan kulit batang dalam berwarna merah dan berserat. Acacia crassicarpa dapat berbunga paling lambat 18 bulan setelah ditanam dan bijinya melimpah setelah 4 tahun. Biji masak setelah 5-6 bulan setelah berbunga.
Jenis tanaman ini merupakan tanaman yang mudah beradaptasi dengan lingkungan, toleran dengan tingkat keasaman lahan yang cukup tinggi (pH 3,5-6). Pada umumnya tanaman ini tumbuh pada lahan dengan ketinggian 200-700 m dpl dengan curah hujan 1000-2500 mm/tahun. Tanaman ini juga toleran terhadap berbagai tempat tumbuh dan tipe tanah maupun garam yang ada di dalam tanah. Juga tumbuh pada tanah berpasir, lumpur, tanah yang berdrainase jelek, juga dapat tumbuh di dekat laut. dijumpai pada kawasan kering seperti savana dan hutan musim.
Kayu Acacia crassicarpa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas, juga untuk kontruksi bangunan, mebel dan bahan baku pembuatan kapal. Pohon Acacia crassicarpa bisa dimanfaatkan sebagai tanaman pelindung dan naungan, fiksasi nitrogen bebas dan perlindungan tanah dalam mencegah erosi.
6. Acacia oraria
Acacia oraria atau disebut juga akasia pesisir, merupakan flora dari genus akasia yang berasal dari Queensland Utara, Australia. Disebut juga pohon suli dari Timor dan dibudidayakan di daerah-daerah tertentu di Flores. Di Jawa, Acacia oraria dibudidayakan di lahan-lahan yang kurang subur. Di Daerah Istimewa Yogyakarta dapat ditemukan di hutan Tahura Bunder, Kabupaten Gunung kidul sebagai pohon perindang.
Acacia oraria
Berhabitus pohon berperawakan sedang dengan tinggi dapat mencapai 10 m. Tajuknya membulat, menyebar menyerupai dome sehingga cocok sebagai peneduh di taman-taman, tempat-tempat public dan lahan pertanian. Batang simpodial, monopodial. Kulit batang relatif tebal, tekstur kulit relatif halus. Kulit pecah-pecah beralur dangkal, warna kulit abu-abu kehitaman. Daun filodial (daun semu dari tangkai daun yang memipih), relatif tebal, lebar dan sedikit elips. Sewaktu muda berwarna hijau, tua berwarna hijau keabu-abuan. Panjang daun 5 cm- 8 cm, lebar daun 1,5 cm-3,5 cm. satu sisi daun melengkung, sisi yang lain relatif lurus. Bunga muda berwarna hijau, tua berwarna kuning, buah berlekuk tua berwarna coklat. Acacia oraria menyukai tanah liat yang berdrainase baik.
7. Acacia decurrens
Acacia decurrens merupakan jenis tanaman berkayu dari genus akasia yang berasal dari Australia. Oleh karena itu jenis ini termasuk jenis asing di Indonesia. Di Daerah Istimewa Yogyakarta, Acacia decurrens mulai mendapat perhatian paska erupsi Gunung Merapi tahun 2006 di mana setelah erupsi tersebut, jenis tanaman ini mendominasi kawasan Kaliadem di Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Paska erupsi Merapi tahun 2010, jenis ini semakin mendapat perhatian serius karena merubah struktur komposisi vegetasi kawasan. Sebelum erupsi, Kawasan TNGM memiliki susunan vegetasi yang beragam, mulai dari rasamala, puspa, casuarina dan pinus, namun saat ini menjadi murni tegakan Acacia decurrens (Sutomo, 2019).
Acacia decurrens
Klasifikasi Ilmiah
Acacia decurrens merupakan jenis fast growing species atau pohon yang tumbuh cepat. Berhabitus perdu dengan tinggi 3-8 m. Batangnya berkayu, bulat, bercabang, diameter antara 20-30 cm dan berwarna hijau. Kulit kayunya berwarna coklat sampai abu-abu tua dan licin sampai sangat pecah secara longitudinal dengan tanda flensa intermodal yang mencolok. Anak cabang memiliki punggung memanjang di sepanjang mereka yang unik untuk spesies. Daunnya majemuk, bentuk malai di ketiak daun, bulat. Panjang tangkai kurang lebih 50 mm, berwarna kuning. Ujung daun muda berwarna kuning. Daun majemuk tingkat dua tersusun bergantian dengan warna hijau tua di kedua sisinya. Stipula kecil atau tidak sama sekali. Pangkal tangkai daun membengkak membentuk pulvinus. Bilah daun bipinnate. Rachis memiliki panjang 20–120 mm, bersudut dan tidak berbulu. Bunga kecil berwarna kuning atau kuning keemasan dengan panjang 5-7 mm dan panjang 60–110 mm ketiak daun atau malai terminal. Buah berupa polong, majemuk, masih muda berwarna hijau, setelah tua berwarna coklat kehitaman. Bijinya kecil, bulat, pipih, coklat kehitaman. Akar berupa akar tunggang yang berwarna putih kotor.
Acacia decurrens tumbuh di pesisir beriklim sedang hingga sejuk di pedalaman tetapi tidak di daerah kering atau panas di pedalaman New South Wales. Curah hujan tinggi antara 600-1400 mm per tahun. Selain itu, Acacia decurrens juga toleran terhadap berbagai kondisi tempat tumbuh. Manfaat: Acacia decurrens dimanfaatkan untuk pengelolaan lingkungan (merehabilitasi lahan kritis karena merupakan jenis yang mudah beradaptasi dengan lingkungan yang jelek), dimanfaatkan kayunya dan dimakan bunganya. Catatan: Acacia decurrens dapat berpotensi invasif. Jenis ini dapat tumbuh baik sekali terutama setelah kebakaran atau erupsi gunung berapi. Di Kawasan TNGM setelah erupsi Merapi tahun 2006 dan 2010, Acacia decurrens diketahui mendominasi kawasan dan mendesak jenis-jenis local yang sebelumnya bersama-sama menyusun komposisi vegetasi kawasan. Statusnya saat ini masih sebagai hama, belum sebagai jenis asing invasif, namun tetap tidak disarankan ditanam sebagai tanaman penghijauan.
8. Acacia leocophloea
Nama lain Acacia leocophloea di antaranya yaitu: opilan, pèlang (Madura); pilang (Jawa) pélang (Bali); kai bèsak, ai bèsak (Rote); dan kabèsa’ (Timor). Nama dalam bahasa lain, di antaranya: hiwar, haribawal, pilo-bawal (Gujarati); rhea, reru, rinj, rayni, safed kikkar (Hindi); safed babul (Bengali); sarai, vel-vaghe (Tamil); ta-noung (Burma); chalaep-daeng, phayamai (Thai); serta white-bark acacia, brewers acacia, distillers acacia (Inggris). Tersebar secara alami di kawasan kering dan banyak dijumpai di hutan savana.
Acacia leocophloea
Klasifikasi Ilmiah
Berhabitus pohon dengan ketinggian mencapai 35 m. Diameter batang mencapai 1m. Batang kekar, dengan beberapa cabang berdiameter besar. Kulit batang berwarna putih atau abu-abu kekuningan, halus, mengelupas dalam helaian panjang. Ranting-ranting berduri tajam, panjangnya hingga 2,5 cm, berwarna coklat gelap atau hitam, jarang berwarna putih. Tajuknya menyerupai payung. Daun majemuk ganda menyirip, dengan poros 3,5-8,5 cm dan 4-13 pasang sirip. Anak-anak daun 6-30 pasang setiap siripnya. Bunga tersusun dalam bongkol yang hampir bulat. Berwarna putih kekuningan. Bongkol-bongkol bunga selanjutnya tersusun dalam malai besar di ujung ranting, hingga 30 cm panjanganya. Buah polong bentuk garis, lurus atau sedikit lengkung, 6—15(—20) cm × 7–11 mm × 3 mm, coklat gelap, mengayu, tidak memecah, berisi 5—12(—20) biji yang pipih coklat keabu-abuan.
Pepagan atau kulit kayunya menghasilkan bahan penyamak (tanin) yang pada masa lalu digunakan dalam industry pengolahan kulit hewan (Terutama sapi dan kerbau). Daun pilang, polong dan ranting muda untuk pakan ternak. Kecambah bijinya untuk sayuran. Perakarannya mengikat nitrogen dari udara, sehingga tanaman ini dapat memperbaiki kesuburan tanah.
9. Acacia lebbeck
Acacia lebbeck atau Albizia lebbeck (L.), merupakan species dari genus Albizia yang paling banyak tersebar dan paling umum di seluruh dunia. Nama lain atau sinonimnya adalah: Albizia lebbeck (L.), Acacia macrophylla, Acacia lebbeck (L.) Willd. Acacia speciosa (Jacq.) Willd. Albizia latifolia B. Boivin, Albizia rostrata Miq., Feuilleea lebbeck (L.) Kuntze, Inga borbonica Hassk, Inga leucoxylon Hassk, Mimosa lebbeck L. Mimosa sirissa Roxb. Mimosa speciosa Jacq.Mimosa speciosa Thunb., Albizia julibrissin.
Acacia lebbeck
Klasifikasi Ilmiah
Persebaran alami tanaman ini meliputi: Indomalaya termasuk di dalamnya Indonesia, Papua Nugini dan Australia Utara.Di Yogyakarta jenis tanaman ini ditemukan tumbuh di hutan Tahura Bunder petak 19 dan Hutan Pendidikan Wanagama petak 5.
Tinggi batang dapat mencapai 18–30 m dengan diameter 50-100 cm. Daun majemuk menyirip dengan panjang 7,5 – 15 cm, dengan 1-4 pasang pinnae. Bunga berwarna putih berstamen banyak dengan panjang 2,5–3,8 cm, berbau sangat harum. Buah polong dengan panjang 15–30 cm , lebar 2,5–5 cm , berisi 6-12 buah biji. Pohon Acacia lebbeck biasa dimanfaatkan sebagai tanaman peneduh. Daunnya untuk pakan ternak. Kayunya digunakan untuk kontruksi.
10. Acacia tomentosa
Acacia tomentosa dikenal dengan beberapa nama lokal antara lain: klampis (Jawa),kolampis (Sundad.); klampès, longghay (Madura.), aikendara, ai k?ndar?, manggalawa (Sumba). Nama sinonimnya adalah Acacia chysocoma Miq., (1855).
Acacia tomentosa
Klasifikasi Ilmiah
Berhabitus pohon kecil hingga sedang dengan tinggi dapat mencapai 18 m, diameter batang mencapai 50 cm. Merupakan pohon yang menggugurkan daun. Tajuknya berbentuk payung, ranting-ranting muda berambut kuning, rapat, dengan banyak duri berukuran besar dan rapat. Hal ini sesuai dengan Namanya, yaitu akasia artinya berduri, tomentosa artinya berambut padat. Pepagan/kulit kayu berwarna coklat gelap, memecah tak beraturan. Berdaun penumpu berupa duri kecil lurus panjang hingga 4,5 cm. Daun majemuk menyirip berganda, terletak berseling, dengan tangkai daun 0,6-1 cm. Bunga berwarna putih atau putih kekuningan, majemuk berbongkol-bongkol. Sekitar 1-7 bongkol berkumpul di ketiak daun dekat ujung ranting. Buah berbentuk polong, berwarna coklat gelap. Kulit kayu bertekstur kasar dan pecah-pecah berbentuk persegi dengan warna putih keabuan. Kayunya padat, bertekstur halus dan keras.
Kayu klampis dapat dimanfaatkan untuk mebel, bahan kerajinan konstruksi rumahdan kayu bakar. Contoh pemanfaatan kayu klampis yaitu untuk gagang cangkul dan tangkai sabit. Pohon ini biasa dijumpai tumbuh di sabana, hutan jati, hutan semak belukar, wilayah dekat pantai; juga ditanam di sepanjang tepi jalan, dan di pematang-pematang sawah; pada ketinggian hingga 500 m dpl. Tanaman ini merupakan salah satu penyusun hutan musim (Hutan Muson). Di Yogyakarta dijumpai di kawasan hutan negara KPH Yogyakarta. Klampis secara alami menyebar di India selatan, Benggala, Burma, thailand, Vietnam dan Indonesia. Di Indonesia tanaman ini tersebar di wilayah Jawa, Madura, Sumbawa dan sulawesi.
Data Sensus Pohon Di HKS