KOMPOS DAUN
Kompos merupakan bentuk akhir dari bahan Organik setelah mengalami proses pembusukan oleh Mikroorganisme dan yang didukung oleh suhu dan udara yang memenuhi syarat proses pembusukan. Dialam terbuka pembentukan kompos seperti pembentukan humus, yaitu melalui proses pelapukan dengan pertolongan bakteri dan cuaca. Akan tetapi proses pelapukan alami membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu orang berupaya untuk mempercepat proses pelapukan. Upaya mendaur ulang sampah Organik sehingga bermanfaat untuk menyuburkan tanah sangat diperlukan khususnya di kota-kota besar. Tetapi komposisi unsur hara yang dikandung kompos tidak tetap, karena sangat bergantung pada bahan yang dikomposkan. Meskipun demikian, ciri khas dari kompos adalah mengandung zat organik dengan kadar yang cukup tinggi.
Proses pengomposan menurut Yulipriyanto 2010 adalah proses bahan organik mengalami penguraian secara biologis khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energy.
Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi dan penambahan aktifator pengomposan.
Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikrobia agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Yang dimaksud mikrobia disini bakteri, fungi dan jasad renik lainnya. Bahan organik disini merupakan bahan untuk baku kompos ialah jerami, sampah kota, limbah pertanian, kotoran hewan ternak dan sebagainya. Cara pembuatan kompos bermacam-macam tergantung: keadaan tempat pembuatan, budaya orang, mutu yang diinginkan, jumlah kompos yang dibutuhkan, macam bahan yang tersedia, dan selera si pembuat.
Pupuk kompos ibarat multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek.
Aspek Lingkungan
Aspek Ekonomi
Keunggulan dan Kekurangan Kompos
Pupuk organik mempunyai sangat banyak kelebihan namun juga memiliki kekurangan bila dibandingkan dengan pupuk buatan atau kimia (anorganik).
Kekurangan
Keunggulan
Humus Sebagai Bahan Organik
Humus dikenal sebagai sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang mengalami perombakan oleh organisme dalam tanah, berada dalam keadaan stabil, berwarna coklat kehitaman.Batasan pengertian mengenai humus ini bisa saja berbeda sesuai dengan tingkat penelitian dan kecermatan pengamatan dari pembuat batasan pengertian itu sendiri. Hal terpenting dari proses pembentukan humus ini adalah bahwa dalam proses pembentukannya, ada kaitan yang sangat erat antara unsure Carbon (C) dan Nitrogen (N). Pokok permasalahannya justru terletak pada kenyataan bahwa dalam proses dekomposisi bahan organik oleh jasad-jasad mikro, disamping karbohidrat yang dijadikan sebagai sumber energi dan pertumbuhan mikroba, ternyata juga dibutuhkan N dan P. Bahan-bahan yang terakhir ini diasimilir menjadi bahan tubuhnya. Dengan jalan ini protein tumbuhan dialihkan menjadi protein mikroba. Perbandingan dari C/N humus dapat diperhitungkan dari berbagai senyawa yang menyusun humus.
Humus tanah rata-rata mengandung bahan-bahan sebagai berikut :
Total kandungan karbon dalam humus adalah 56.24 persen. Sementara itu Kadar N dalam protein adalah 16 persen, sedangkan humus mengandung 35 persen protein, jadi kadar N dalam humus adalah 35 x 0.16 = 5.6 persen. Oleh karena itu hasil bagi C/N rata-rata adalah 56.24 / 5.6 = 10.04 persen. Hubungan C dan N ini di dalam humus berada dalam keadaan hampir konstan, berada pada nilai antara 10 sampai 12. Oleh karena itulah nilai C/N ratio 10 – 12 ini dapat dianggap sebagai acuan dalam pembuatan kompos. Dari hasil penelitian dan uji coba pembuatan kompos, telah diketahui bahwa untuk mendapatkan C/N ratio 10 – 12, maka diperlukan campuran bahan baku dengan C/N ratio 30. Jadi kompos yang baik memiliki kandungan nutrisi tanah seperti humus, akan tetapi permasalahannya adalah bagaimana membuat formula agar dengan mencampurkan berbagai jenis bahan-bahan baku kompos sedemikian rupa sehingga diperoleh nilai C/N ratio bahan baku dengan 30. Faktor-faktor apa saja yang harus diperhitungkan untuk memperoleh C/N ratio bahan baku sebesar 30 tersebut.
Teknologi Kompos
Pembuatan kompos adalah sebagai usaha manusia untuk memberikan nutrisi bagi tanaman secara stabil dengan memanfaatkan limbah. Limbah tersebut dapat berupa limbah ternak, limbah pertanian ataupun limbah-limbah lainnya agar dapat dimanfaatkan untuk nutrisi tanaman. Untuk memanfaatkan limbah bukan berarti tidak memiliki masalah. Sebagai contoh limbah kotoran sapi. Kotoran sapi memiliki kandungan air yang sangat besar, dapat mencapai 60 – 85 persen. Kandungan air yang tinggi ini dapat memperberat kerja pengolahannya.Disamping itu limbah sapi memiliki C/N ratio yang relatif rendah untuk dapat menghasilkan kompos yang baik. Dahulu dengan segala keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, pemecahan masalah ini masih sulit dilakukan, tetapi sekarang dengan semakin diketahuinya pengetahuan tentang perbandingan bahan baku dan pengaturan kelembaban untuk pemrosesan kompos, ternyata, pemecahan dari permasalahan ini dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan memanfaatkan bahan-bahan seperti serbuk gergaji, serutan kayu atau jerami, untuk menyerap kelebihan air maupun mengatur keseimbangan C/N.Jadi pemanfaatan dan penggabungan bahan-bahan tadi yang memiliki C/N rasio tinggi sekaligus juga dapat menaikkan C/N ratio bahan baku kompos.
Kompos apabila dilihat dari proses pembuatannya dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1. Kompos yang diproses secara alami
Yang dimaksud dengan pembuatan kompos secara alami adalah pembuatan kompos yang dalam proses pembuatannya berjalan dengan sendirinya, dengan sedikit atau tanpa campur tangan manusia. Manusia hanya membantu mengumpulkan bahan, menyusun bahan, untuk selanjutnya proses composting/pengomposan berjalan dengan sendirinya. Kompos yang dibuat secara alami memerlukan waktu pembuatan yang lama, yaitu mencapai waktu 3 – 4 bulan bahkan ada yang mencapai 6 bulan dan lebih.
2. Kompos yang diproses dengan campur tangan manusia
Yang dimaksud dengan pembuatan kompos dengan campur tangan manusia adalah pembuatan kompos yang sejak dari penyiapan bahan (pengadaan bahan dan pemilihan bahan), perlakuan terhadap bahan, pencampuran bahan, pengaturan temperatur, pengaturan kelembaban dan pengaturan konsentrasi oksigen, semua dilakukan dibawah pengawasan manusia.
Proses pembuatan kompos yang dibuat dengan campur tangan manusia biasanya dibantu dengan penambahan aktivator pengurai bahan baku kompos. Aktivator pembuatan kompos terdapat bermacam-macam merk dan produk, tetapi yang paling penting dalam menentukan aktivator ini adalah bukan merk aktivatornya, akan tetapi apa yang terkandung didalam aktivator tersebut, berapa lama aktivator tersebut telah diuji cobakan, apakah ada pengaruh dari unsur aktivator tersebut terhadap manusia, terhadap ternak, terhadap tumbuh-tumbuhan maupun pengaruh terhadap organisme yang ada di dalam tanah atau dengan kata lain pegaruh terhadap lingkungan hidup disamping itu juga harus dilihat hasil kompos seperti apa yang diperoleh.
Tujuan dari pembuatan kompos yang diatur secara cermat seperti sudah disinggung diatas adalah untuk mendapatkan hasil akhir kompos jadi yang memiliki standar kualitas tertentu. Diantaranya adalah memiliki nilai C/N ratio antara 10 – 12.
Kelebihan dari cara pembuatan kompos dengan campur tangan manusia dan menggunakan bahan aktivator adalah proses pembuatan kompos dapat dipercepat menjadi 2 – 4 minggu.
Metoda Pembuatan Kompos
Terdapat beberapa metoda pembuatan kompos yang umum dilakukan, yaitu :
Ketiga sistim ini telah banyak dioperasionalkan secara luas. Dari ke tiga sistim ini mana yang dapat menghasilkan kompos yang terbaik tidaklah penting, karena masing-masing sistim mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Sistim Windrow
Windrow sistim adalah proses pembuatan kompos yang paling sederhana dan paling murah. Bahan baku kompos ditumpuk memanjang , tinggi tumpukan 0.6 sampai 1 meter, lebar 2-5 meter. Sementara itu panjangnya dapat mencapai 40 – 50 meter.
Sistim ini memanfaatkan sirkulasi udara secara alami. Optimalisasi lebar, tinggi dan panjang nya tumpukan sangat dipengaruhi oleh keadaan bahan baku, kelembaban, ruang pori, dan sirkulasi udara untuk mencapai bagian tengah tumpukan bahan baku.
Idealnya adalah pada tumpukan bahan baku ini harus dapat melepaskan panas, untuk mengimbangi pengeluaran panas yang ditimbulkan sebagai hasil proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba.
Windrow sistim ini merupakan sistim proses komposting yang baik yang telah berhasil dilakukan di banyak tempat untuk memproses pupuk kandang, sampah kebun, lumpur selokan, sampah kota dll. Untuk mengatur temperatur, kelembaban dan oksigen, pada windrow sistim ini, maka dilakukan proses pembalikan secara periodik Inilah secara prinsip yang membedakannya dari sistim pembuatan kompos yang lain.
Kelemahan dari sistim Windrow ini adalah memerlukan areal lahan yang cukup luas.
Sistim Aerated Static Pile
Sistim pembuatan kompos lainnya yang lebih maju adalah Aerated Static Pile. Secara prinsip proses komposting ini hampir sama, dengan windrow sistim, tetapi dalam sistim ini dipasang pipa yang dilubangi untuk mengalirkan udara. Udara ditekan memakai blower. Karena ada sirkulasi udara, maka tumpukan bahan baku yang sedang diproses dapat lebih tinggi dari 1 meter. Proses itu sendiri diatur dengan pengaliran oksigen. Apabila temperatur terlalu tinggi, aliran oksigen dihentikan, sementara apabila temperatur turun aliran oksigen ditambah.
Karena tidak ada proses pembalikan, maka bahan baku kompos harus dibuat sedemikian rupa homogen sejak awal. Dalam pencampuran harus terdapat rongga udara yang cukup. Bahan-bahan baku yang terlalu besar dan panjang harus dipotong-potong mencapai ukuran 4 – 10 cm.
Sistim In Vessel
Sistim yang ke tiga adalah sistim In Vessel Composting. Dalam sistim ini dapat mempergunakan kontainer berupa apa saja, dapat silo atau parit memanjang. Karena sistim ini dibatasi oleh struktur kontainer, sistim ini baik digunakan untuk mengurangi pengaruh bau yang tidak sedap seperti bau sampah kota.
Sistim in vessel juga mempergunakan pengaturan udara sama seperti sistim Aerated Static Pile. Sistim ini memiliki pintu pemasukan bahan kompos dan pintu pengeluaran kompos jadi yang berbeda.
Kunci Proses Pembuatan Kompos
Untuk memperoleh hasil yang baik dalam proses pembuatan kompos, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
Memperoleh Campuran Bahan Baku Yang Benar
Salah satu kunci keberhasilan dalam melakukan proses pembuatan kompos adalah bagaimana memperoleh kombinasi campuran bahan baku sedemikian rupa sehingga memperoleh hasil akhir berupa kompos yang memiliki perbandingan C dan N = 10 s/d 12. Dari hasil penelitian, telah diketahui bahwa terdapat 2 (dua) parameter penting dalam menentukan pemilihan bahan baku, yaitu:
Faktor Kelembaban Bahan Baku
Kelembaban atau kandungan air sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup mikroorganisme. Sebagian besar mikroorganisme tidak dapat hidup apabila kekurangan air. Apabila kelembaban dibawah 40%, proses dekomposisi bahan organik akan melambat. Apabila kelembaban dibawah 30 persen, proses dekomposisi praktis akan terhenti. Akan tetapi, apabila kelembaban > 60 persen, maka yang terjadi adalah keadaan anaerob (tanpa oksigen), yang akan menyebabkan timbulnya aroma tidak sedap (masam). Umumnya proses komposting menghendaki kelembaban ideal antara 50 – 60 persen. Keadaan ini merupakan keadaan ideal untuk memulai proses pengomposan.
Faktor C/N ratio Bahan Baku
Dari sekian banyak unsur yang diperlukan oleh mikroorganisme yang medekomposisi bahan organik, Carbon dan Nitrogen adalah unsur yang paling penting dan menjadi faktor pembatas (disamping phospat). Carbon adalah sumber energi dan merupakan 50 persen dari bagian massa sel microba. Nitrogen merupakan komponen paling penting sebagai penyusun protein dan bakteri disusun oleh tidak kurang dari 50% dari biomasanya adalah protein. Jadi bacteri sangat memerlukan Nitrogen untuk mempercepat pertumbuhannya. Seandainya jumlah Nitrogen terlalu sedikit, maka populasi bakteri tidak akan optimal dan proses dekomposisi kompos akan melambat. Kebalikannya, seandainya jumlah N terlalu banyak, akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba sangat cepat dan ini akan menyebabkan masalah pada aroma kompos, sebagai akibat dari keadaan anaerobik. Dalam keadaan seperti ini sebagian dari Nitrogen akan berubah menjadi gas amoniak yang menyebabkan bau dan keadaan ini merugikan, karena menyebabkan Nitrogen yang kita perlukan akan hilang.
Jadi harus hati-hati dalam menangani bahan baku kompos, terutama bahan baku yang banyak mengandung Nitrogen (biasa disebut bahan hijauan, seperti potongan rumput), terutama dalam mengatur proses suplai oksigennya. Sebaiknya bahan bahan seperti ini diatur pencampurannya dengan bahan-bahan yang mengandung C (biasa disebut bahan coklatan tinggi, seperti limbah serutan kayu).
Pencampuran bahan baku yang mengandung C dan N sebesar 30 : 1 (berdasarkan berat), membuat keadaan kandungan unsur-unsur penyusun proses pembuatan kompos seimbang. Oleh kerena itu untuk mendapatkan hasil akhir kompos yang mencapai perbandingan C/N ratio 10 s/d 12, dan mempunyai kandungan unsur hara yang tinggi, maka aturlah kelembaban bahan baku 50 – 60 persen dan buatlah campuran bahan baku sedemikian rupa sehingga bahan baku kompos mempunyai nilai C berbanding N adalah 30 berbanding 1.
Mikrooragisme di dalam kompos
Mikroorganisme yang menguntungkan yang mendegradasi bahan organik bahan pengomposan terdapat sekitar 80 genus microorganisme fermentor. Microorganisme ini dapat bekerja secara efektif dalam memfermentasikan bahan organik. Secara global terdapat 5 golongan yang pokok yaitu :
Actinomycetes Bakteri fotosintetik
Bakteri ini merupakan bakteri bebas yang dapat mensintesis senyawa nitrogen, gula, dan substansi bioaktif lainnya. Hasil metabolir yang diproduksi dapat diserap secara langsung oleh tanaman dan tersedia sebagai substrat untuk perkembangbiakan mikroorganisme yang menguntungkan.
Lactobacillus sp.
Bakteri yang memproduksi asam laktat sebagai hasil penguaraian gula dan karbohidrat lain yang bekerjasama dengan bakteri fotosintesis dan ragi. Asam laktat ini merupakan bahan sterilisasi yang kuat yang dapat menekan mikroorganisme berbahaya dan dapat menguraikan bahan organik dengan cepat.
Streptomycetes sp.
Streptomycetes sp. mengeluarkan enzim streptomisin yang bersifat racun terhadap hama dan penyakit yang merugikan.
Ragi (yeast)
Ragi memproduksi substansi yang berguna bagi tanaman dengan cara fermentasi. Substansi bioaktif yang dihasilkan oleh ragi berguna untuk pertumbuhan sel dan pembelahan akar. Ragi ini juga berperan dalam perkembangan atau pembelahan mikroorganisme menguntungkan lain seperti Actinomycetes dan bacteri asam laktat.
Actinomycetes
Actinomycetes merupakan organisme peralihan antara bakteri dan jamur yang mengambil asam amino dan zat serupa yang diproduksi bakteri fotosintesis dan merubahnya menjadi antibiotik untuk mengendalikan patogen, menekan jamur dan bakteri berbahaya dengan cara menghancurkan khitin yaitu zat esential untuk pertumbuhannya. Actinomycetes juga dapat menciptakan kondisi yang baik bagi perkembangan mikroorganisme lain.
Compost Fungi (jamur)
Compost flagellates (mendera)
Compost Nematode
Compost Bacteria (bakteri)
Pembuatan Bioaktifator
Bahan
Aktifator dari ektrak kulit nanas, actifator gula jawa, dan aktifator limbah bakpia.
Cara Pembuatan
Aktifator ekstrak kulit nanas ,yaitu kulit nanas yang telah diblender disaring diambil airnya. Sari buah tersebut kemudian dicampurkan air gula dengan perbandingan 1:1 sebagai tambahan glukosa,selanjutnya di diamkan dalam wadah diletakkan ditempat yang teduh dan sejuk, diamkan selama 15 hari atau 2 minggu sehingga terjadi fermentasi agar tumbuh banyak bakteri didalamnya . Setelah 15 hari disimpan mempunyai khasiat yang sama dengan EM dan M-bio. Selain mempercepat pengomposan keuntungan lainnya adalah bebas dari bahan kimia dan dapat digunakan sebagai pupuk cair, dalam pembutan aktivator yang lain seperti seperti actifator gula jawa dan aktifator limbah bakpia sama seperti pembuatan aktivator kulit nanas.
Pemakaian
Untuk mempercepat proses pembuatan kompos dengan cara mencampurkan larutan aktifator pada bahan yang akan dikomposkan. bisa juga pupuk cair setiap 1 liter dicampur dengan 10 liter air. Gunakan untuk menyiram tanaman. Larutan tersebut sudah berfungsi sebagai pestisida alami dan pupuk cair bagi tanaman.
Cairan Aktifator / MOL
Pengamatan Proses Pengomposan
Dengan mengetahui bahwa kualitas kompos sangat dipengaruhi oleh proses pengolahan, sedangkan proses pengolahan kompos sendiri sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan perbandingan C dan N bahan baku.
Kelembaban ideal kompos 50 – 60 persen dan mempunyai perbandingan C / N bahan baku 30 : 1, masih terdapat hal lain yang harus sangat diperhatikan selama proses pembuatan kompos itu berlangsung, yaitu harus dilakukan pengawasan terhadap :
1. Pengamatan Temperatur
Temperatur adalah salah satu indikator kunci di dalam pembuatan kompos. Apakah panasnya naik ? Sampai temperatur berapa panas yang dapat dicapai ? Dalam berapa lama panas tersebut dapat dicapai ? Berapa lama panas tersebut dapat berlangsung ? Apa arti dari keadaan-keadaan tersebut ? Campuran bahan-bahan seperti apa yang dapat mempengaruhi profil temperatur ?.
Panas ditimbulkan sebagai suatu hasil sampingan proses yang dilakukan oleh mikroba untuk mengurai bahan organik. Temperatur ini dapat digunakan untuk mengukur seberapa baik sistim pengomposan ini bekerja, disamping itu juga dapat diketahui sejauh mana dekomposisi telah berjalan. Sebagai ilustrasi, jika kompos naik sampai temperatur 40°C – 50°C, maka dapat disimpulkan bahwa campuran bahan baku kompos cukup mengandung bahan Nitrogen dan Carbon dan cukup mengandung air (kelembabannya cukup) untuk menunjang pertumbuhan microorganisme. Pengamatan temperatur harus dilakukan dengan menggunakan alat uji temperatur yang dapat mencapai jauh ke dalam tumpukan kompos. Tunggu sampai beberapa saat sampai temperatur stabil. Kemudian lakukan lagi di tempat yang berbeda. Lakukanlah pengamatan tersebut di beberapa lokasi, termasuk pada berbagai kedalaman dari tumpukkan kompos. Kompos dapat memiliki kantong-kantong yang lebih panas dan ada kantong-kantong yang dingin. Semuanya sangat bergantung kepada kandungan uap air (kelembaban) dan komposisi kimia bahan baku kompos. Maka akan diperoleh peta gradient temperatur. Dengan menggambarkan grafik temperatur dan lokasi-lokasinya sejalan dengan bertambahnya waktu, maka dapat dijelaskan :
Grafik suhu proses pengomposan
Dari informasi diatas, maka dapat diambil keputusan langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk mencapai hasil akhir dan memperoleh kompos dengan kualitas yang diinginkan.
Pada proses komposting yang baik, maka temperatur 40°C – 50 0C dapat dicapai dalam 2 – 3 hari. Kemudian dalam beberapa hari berikutnya temperatur akan meningkat sampai bahan baku yang didekomposisi oleh mikroorganisme habis. Dari situ barulah temperatur akan turun.
Dari beberapa kali proses pembuatan kompos dengan bahan baku daun, perubahan temperatur mencapai 40°C – 50 °C dapat dicapai dalam waktu 3 (tiga) hari. Oleh karena itu pembalikan kompos dilakukan pada hari ke 4 (empat).
Setelah pembalikan pertama temperatur akan turun, lalu naik lagi sampai mencapai 55°C – 60°C pada hari ke 6. Oleh karena itu dilakukan lagi pembalikan ke dua pada hari ke 6 (enam) atau 3 hari setelah pembalikan pertama, setelah pembalikkan temperatur akan turun dan naik lagi sampai 55°C – 60°C pada hari ke 9 (sembilan). Pada hari ke 9 (sembilan) ini atau 3 hari setalah pembalikkan ke dua dilakukan lagi pembalikan ke 3 (tiga).
Apabila komposisi campuran bahan baku tepat, temperatur akan stabil sampai hari ke 12 (dua belas) dan seterusnya, untuk kemudian turun dan stabil pada temperatur tertentu.
2. Pengamatan Kelembaban
Pembuatan kompos akan berlangsung dengan baik pada satu keadaan campuran bahan baku kompos yang memiliki kadar uap air antara 40 – 60 persen dari beratnya. Pada keadaan level uap air yang lebih rendah, aktivitas mikroorganisme akan terhambat atau berhenti sama sekali. Pada keadaan level kelembaban yang lebih tinggi, maka prosesnya kemungkinan akan anerobik, yang akan menyebabkan timbulnya bau.
Ketika bahan baku kompos dipilih untuk kemudian dicampur, kadar uap air dapat diukur atau diperkirakan. Setelah proses pembuatan kompos berlangsung, pengukuran kelembaban tidak perlu diulangi, tetapi dapat langsung diamati tingkat kecukupan kandungan uap air tersebut. Apabila proses pembuatan kompos sedang berjalan, lalu kemudian muncul bau busuk, sudah dapat dipastikan kompos mengandung kadar air berlebihan. Kelebihan uap air ini telah mengisi ruang pori, sehingga menghalangi diffusi oksigen melalui bahan-bahan kompos tersebut. Inilah yang membuat keadaan menjadi anaerobik. Pencampuran bahan baku dengan potongan 4 – 10 cm, seperti bahan jerami, potongan kayu, kertas karton, serbuk gergaji dll dapat mengurangi permasalahan ini.
Apabila melakukan pembuatan kompos dengan memakai sistim aerated static pile ataupun sistim in Vessel, berhati-hatilah dalam menambahkan udara (oksigen), jangan sampai menyebabkan kompos menjadi kering . Indikasinya adalah perhatikan temperatur, jika temperatur menurun lebih cepat dari biasanya, maka ada kemungkinan kompos terlalu kering.
3. Pengamatan Odor / Aroma
Jika proses pembuatan kompos berjalan dengan normal, maka tidak boleh menghasilkan bau yang menyengat (bau busuk). Walaupun demikian dalam pembuatan kompos tidak akan terbebas sama sekali dari adanya bau. Dengan memanfaatkan indra penciuman, dapat dijadikan sebagai alat untuk mendeteksi permasalahan yang terjadi selama proses pembuatan kompos. Sebagai gambaran, jika tercium bau amonia, patut diduga campuran bahan kompos kelebihan bahan yang mengandung unsur Nitrogen (ratio C/N terlalu rendah). Untuk mengatasinya tambahkanlah bahan-bahan yang mengandung C/N tinggi, misalnya berupa :
Jika tercium bau busuk, mungkin campuran kompos terlalu banyak mengandung air. Apabila ini terjadi, lakukanlah pembalikan (pada sistim windrow), tambahkan oksigen pada sistim Aerated Static Pile atau In Vessel.
4. Pengamatan pH
Pengamatan pH kompos berfungsi sebagai indikator proses dekomposisi kompos. Mikroba kompos akan bekerja pada keadaan pH netral sampai sedikit masam, dengan kisaran pH antara 5.5 sampai 8. Selama tahap awal proses dekomposisi, akan terbentuk asam-asam organik. Kondisi asam ini akan mendorong pertumbuhan jamur dan akan mendekomposisi lignin dan selulosa pada bahan kompos. Selama proses pembuatan kompos berlangsung, asam-asam organik tersebut akan menjadi netral dan kompos menjadi matang biasanya mencapai pH antara 6 – 8. Jika kondisi anaerobik berkembang selama proses pembuatan kompos, asam-asam organik akan menumpuk. Pemberian udara atau pembalikan kompos akan mengurangi kemasaman ini. Penambahan kapur dalam proses pembuatan kompos tidak dianjurkan. Pemberian kapur (Kalsium Karbonat, CaCo3) akan menyebabkan terjadinya kehilangan nitrogen yang berubah menjadi gas Amoniak. Kehilangan ini tidak saja menyebabkan terjadinya bau, tetapi juga menimbulkan kerugian karena menyebabkan terjadinya kehilangan unsur hara yang penting, yaitu nitrogen. Nitrogen sudah barang tentu lebih baik disimpan dalam kompos untuk kemudian nanti digunakan oleh tanaman untuk pertumbuhannya.
Ciri-Ciri Kompos Jadi
Setelah semua proses pembuatan kompos dilakukan, mulai dari pemilihan bahan, pengadaan bahan, perlakuan bahan, penyusunan bahan, pencampuran bahan, pengamatan proses, pembalikan kompos sampai dengan jadi kompos. Selanjutnya adalah pengetesan sederhana terhadap kompos. Apakah kompos yang dibuat tersebut sudah jadi dengan baik ?. Apa saja ciri-cirinya ?
Ciri-ciri kompos sudah jadi dan baik adalah:
Penyimpanan Kompos
Kompos apabila sudah jadi, sebaiknya disimpan sampai 1 atau 2 bulan untuk mengurangi unsur beracun, walaupun penyimpanan ini akan menyebabkan terjadinya sedikit kehilangan unsur yang diperlukan seperti Nitrogen. Tetapi secara umum kompos yang disimpan dahulu lebih baik. Penyimpanan kompos harus dilakukan dengan hati-hati, terutama yang harus dijaga adalah :
Kompos merupakan bahan yang apabila berubah, tidak dapat kembali ke keadaan semula (Ireversible). Apabila kompos mengering, unsur hara yang terkandung didalamnya akan ikut hilang bersama dengan air dan apabila kompos ditambahkan air kembali maka unsur hara yang hilang tadi tidak dapat kembali lagi. Demikian juga dengan pengaruh air hujan. Apabila kompos kehujanan, unsur hara akan larut dan terbawa air hujan. Kemasan kompos sebaiknya bahan yang kedap adalah untuk menghindarkan kehilangan kandungan air. Kemasan yang baik membuat Kompos mampu bertahan sampai lebih dari 3 tahun.
Cara Pemakaian dan Menghitung Kebutuhan Kompos
Cara pemakaian kompos, sebaiknya disesuaikan dengan keadaan jenis tanah dan kandungan C organik dalam tanah tersebut, disamping juga harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing jenis tanaman.
Tiap-tiap tanaman memerlukan kandungan bahan organik yang berbeda-beda. Tanaman sayuran apabila tidak dipupuk dengan pupuk organik sama sekali pertumbuhannya tidak akan sebaik tanaman yang mendapat pupuk organik.
Tanaman bunga seperti antara lain Azalea atau Anthurium, pertumbuhannya akan sangat baik pada media yang 100 persen terdiri dari bahan organik. Apabila medianya tercampur dengan tanah, pertumbuhannya kurang optimal. Beberapa tanaman lainnya akan tumbuh dengan baik apabila kompos ditambah dengan tanah dengan perbandingan 1:1. Disamping itu ada juga tanaman yang menghendaki kompos dicampur dengan tanah dan pasir dengan perbandingan 1 : 1 : 1.
Sementara itu tiap-tiap jenis tanah memiliki keadaan kesetimbangan kandungan bahan organik sendiri-sendiri. Pada tanah-tanah abu vulkanik (Andisol) seperti tanah di Lembang, kandungan C organik tanah (ideal), tidak akan sama dengan kandungan C organik tanah (ideal) pada jenis tanah Inseptisol di Banjaran, misalnya.
Sehingga jumlah pemberian pupuk organik pada tiap tanaman dan pada berbagai jenis tanah tidak akan sama. Untuk menentukan tingkat kandungan C organik dalam tanah, harus dilakukan dengan analisa laboratorium. Untuk mengetahui berapa kebutuhan pupuk C organik, dapat dilakukan dengan cara mempergunakan rumus sbb :
Kebutuhan Kompos (C organik) = C organik Tanah x 1.724 x 20 cm x 10.000 m2 C organik tanah = ditentukan berdasarkan hasil analisa tanah di laboratorium 1.724: konstanta 20 cm: kedalaman lapisan olah tanah 10.000 m2: Luas areal Sebagai ilustrasi, apabila hasil analisa laboratorium tanah diketahui kandungan C organik tanah di suatu tempat adalah 2.56 %, Maka menghitung kandungan C organik tanah dalam lapisan olah (20 cm) seluas 1 ha adalah: Kandungan C organik lapisan olah tanah adalah = 2.56 x 1,724 x 20 x 10.000 = 8.800 kg /ha = 8.8 ton / ha.
Sementara itu ada juga yang mengelompokan tingkat kandungan bahan organik tanah secara umum, seperti dapat dilihat pada tabel berikut :